Pesantren Al Hilal, Bandung – Jika Anda pernah ikut shalat berjama’ah di Masjidil Haram al-Makki atau di Masjid Nabawi, atau mungkin pernah mendengar via youtube, biasanya setiap imam bertakbir, tasmi’ atau salam, kemudian sang muadzin mengulangi ucapan imam.

Praktek ini disebut “at-tabligh khalfal imam“. Tabligh artinya menyampaikan, karena di sini ucapan imam disampaikan kepada para makmum. Biasanya dilakukan ketika makmum sangat banyak, untuk membantu imam agar ucapan-ucapannya tersampaikan ke seluruh makmum.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

التبليغ؛ يعني أن يكبر أحد المأمومين مع الإمام، وهو لا بأس به، إذا دعت الحاجة إليه فقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أنه خرج إلى الناس، وهو في مرضه ووجد أبا بكر يصلي فيهم يصلي بهم وجعل إلى يسار أبي بكر، ثم جعل يصلي وأبو بكرٍ يبلغ الناس تكبيره، أما إذا لم يكن له حاجة، إذا لم يكن لذلك حاجة، فلا يبلغ؛ بل يكتفى بصوت الإمام

“At-Tabligh di sini maksudnya salah seorang makmum mengucapkan takbir seperti (suara) imam. Hukumnya tidak mengapa, jika memang ada kebutuhan untuk itu. Terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau keluar untuk shalat bersama orang-orang ketika beliau sedang sakit. Dan Nabi mendapati Abu Bakar ada di sana sedang shalat. Nabi pun lalu menempatkan diri di sebelah kiri Abu Bakar, dan Abu Bakar mengikuti Nabi dan melakukan tabligh (menyampaikan) takbir Nabi kepada orang-orang. Adapun jika tidak ada kebutuhan, maka tidak perlu tabligh. Cukup dengan suara imam.”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah juga mengatakan,

إذا كان الجماعة يسمعون صوت الإمام، ولا يخفى عليهم فلا حاجة إلى التبليغ، أما إذا كان قد يخفى على بعضهم كالصفوف المؤخرة فإنه يستحب التبليغ. وقد صلى النبي ﷺ ذات يوم في مرضه وكان صوته ضعيفًا فكان الصديق يبلغ عنه عليه الصلاة والسلام، فهذا لا بأس به.

“Jika jamaah mendengar suara imam dan suaranya tidak samar (jelas terdengar, pent.), maka tidak perlu tabligh. Adapun jika suara imam terdengar samar bagi sebagian makmum, misalnya terdengar samar oleh orang-orang di shaf terakhir, maka dianjurkan untuk melakukan tabligh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat dalam keadaan sedang sakit, sehingga suara beliau lemah. Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan tabligh untuk beliau. Ini tidak mengapa.”

فإذا احتيج إلى التبليغ لسعة المسجد وكثرة الجماعة أو لضعف صوت الإمام لمرض أو غيره فإنه يقوم بعض الجماعة بالتبليغ، أما إذا كان الصوت واضحًا للجميع ولا يخفى على أحد في الأطراف، بل علم أن الجميع يسمعه فليس هناك حاجة للتبليغ ولا يشرع

“Maka jika memang dibutuhkan untuk tabligh, karena sangat luasnya masjid dan banyaknya jamaah, atau karena lemahnya suara imam disebabkan sakit atau yang lainnya, maka sebagian jamaah boleh melakukan tabligh. Adapun jika suaranya jelas untuk semua makmum, dan tidak samar bagi siapa pun di semua bagian shaf, bahkan telah dipastikan semua makmum bisa mendengar, maka tidak ada kebutuhan untuk tabligh dan tidak disyariatkan.” (Majmu’ Fatawa wal Maqaalat Mutanawwi’ah li Ibni Baaz, 12: 154)

×